Timur Tengah kembali berada di ambang konflik besar. Iran dilaporkan siap menyerang pangkalan militer Amerika Serikat di kawasan jika Washington memutuskan ikut campur dalam konflik antara Israel dan Teheran.
Informasi ini diungkap oleh seorang pejabat Amerika Serikat kepada The New York Times pada Selasa, 17 Juni 2025, berdasarkan laporan intelijen terbaru. Ancaman ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan pasca dimulainya Operasi Rising Lion, yang melibatkan pengerahan lebih dari 40.000 tentara AS ke sejumlah pangkalan militer di Uni Emirat Arab, Yordania, dan Arab Saudi.
Gedung Putih kini berada dalam tekanan dari Israel, yang mendorong keterlibatan militer AS dalam kampanye menghentikan program nuklir Iran. Para pejabat AS memperingatkan bahwa jika Washington bergabung dalam serangan terhadap fasilitas nuklir Iran, terutama situs bawah tanah Fordou, maka respons keras dari Iran dan sekutunya hampir tidak terelakkan.
Milisi Houthi yang didukung Iran diyakini akan kembali melancarkan serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah, sebuah jalur vital perdagangan global. Selain itu, milisi pro-Iran di Irak dan Suriah juga kemungkinan besar akan melakukan serangan balasan terhadap pangkalan militer Amerika di wilayah tersebut.
Israel sendiri disebut memerlukan bantuan strategis AS untuk menghancurkan fasilitas nuklir Iran secara efektif, termasuk dukungan dalam bentuk pesawat pengebom siluman B-2 yang mampu membawa Massive Ordnance Penetrator (MOP) — bom konvensional seberat 13.600 kg yang dirancang untuk menembus bunker-bunker pertahanan bawah tanah.
Dengan ketegangan yang terus meningkat, para analis memperingatkan bahwa konflik ini tidak hanya akan melibatkan negara-negara utama di Timur Tengah, tetapi juga dapat mengganggu stabilitas global dan perdagangan internasional. Diplomasi internasional kini berpacu dengan waktu untuk mencegah perang regional yang lebih luas.